Banner Header

Pendidikan Indonesia Ditengah Pergantian Menteri, Apa Kabar Kurikulum?

redaksi

TANJUNG SELOR – Pendidikan adalah sesuatu yang sangat identik dengan kurikulum, terlebih lagi pendidikan yang ditempuh melalui pendidikan yang formal yaitu PAUD, SD, SMP, dan SMA bahkan di tingkat selanjutnya. Indonesia adalah negara yang dipimpin oleh Presiden dan dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh menteri-menterinya.

Satu di antara menteri yang sangat berperan dalam kemajuan pendidikan otomatis adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang ada di Indonesia. Di Indonesia ada fenomena yang menjadi perbincangan di kalangan pendidikan dan dikenal dengan istilah “Ganti Menteri Ganti Kurikulum”. Istilah ini sepertinya karena setiap menteri yang menjabat khususnya di bidang pendidikan menyusun kurikulum yang berbeda di setiap pergantian kabinetnya.

Bahkan paling anehnya yaitu menteri yang ditunjuk tidak berlatar belakang pendidikan atau sama sekali tidak  terjun langsung di dunia pendidikan. Bahkan menteri yang menjabat, latar belakangnya terjun di dunia bisnis. Hal ini didasari oleh menteri yang ditunjuk oleh presiden yang masa jabatannya hanya 5 (lima) tahun tetapi dapat dipilih kembali, disinilah letak tidak berkesinambungan karena biasanya di Indonesia, presiden yang telah habis masa jabatannya, akan digantikan oleh presiden yang telah terpilih melalui PEMILU. Dari inilah timbul pertanyaan dan keraguan, apakah pendidikan menjadi ladang bisnis? Atau arahnya dibuat menjadi mencari pundi-pundi cuan?

Baca juga  Kaltara Inflasi 1,98 Persen (y-to-y) Pada Juli 2024

Titik Balik Fakta

Kurikulum yang diberlakukan di Indonesia 15 tahun terakhir ini, seperti KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi), KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pembelajaran), K13 dikenal sebagai Kurikulum yang mengedepankan Karakter, dan selanjutnya yang diupayakan dan  diberlakukan adalah Kurikulum Merdeka Belajar.

Kurikulum Merdeka Belajar ini di latar belakangi oleh Kurikulum darurat dampak dari COVID-19 sehingga disusun menjadi Kurikulum Merdeka Belajar, tetapi sangat disayangkan. Hal ini, karena di Kurikulum ini banyak menggunakan aplikasi belajar. Diwajibkan untuk guru membuat perangkat pembelajaran atau modul ajar sesuai dengan arahan kurikulum.

Faktanya tidak semua guru mampu mengoperasikannya, terlebih lagi guru yang sudah tua atau guru yang sebentar lagi pensiun. Bahkan paling parahnya adalah banyak guru yang tidak membuat modul ajar secara pribadi tetapi secara langsung membayar modul ajar dari pihak penyedia jasa. Hal ini sangatlah disayangkan.

Baca juga  Peran Perempuan Penting Dalam Membangun Kaltara

Bagaimana mereka mampu, sedangkan kurikulum yang sebelumnya saja tidak mampu dipahami. Sekarang di tahun 2024 ini sudah dilakukan pemilihan presiden dan akan disusun kabinet kerjanya. Alangkah baiknya kurikulum yang diterapkan jangan diubah tetapi diinovasi saja, tanpa harus membuat para pendidik kebingungan bahkan menempuh jalur instans. Sehingga menimbulkan dampak negatif

Dampak Negatif Kurikulum

1.     Kurikulum yang selalu berubah mengakibatkan ketidakstabilan pengetahuan dari pendidik, maksudnya pendidik belum mampu mengetahui atau mempelajari bahkan membuat perangkat ajar sehingga perencanaan pembelajaran tidak sesuai. Bahkan banyak guru yang sudah membuat perangkat ajar tetapi tidak melakukan proses belajar mengajar sesuai perangkat ajar yang telah dibuatkan karena belum terlalu paham terhadap kurikulum yang berlaku tetapi diganti dengan kurikulum baru.

Baca juga  Kapolda Kaltara Hadiri Peringatan Isra Mikraj Nabi Muhammad SAW 1446 H di Masjid Nur Aryaguna

2.     Pendidik atau guru tidak maksimal dalam mengembangkan potensinya dan kesulitan mengembangkan keahlian mereka karena kurikulum yang selalu berubah terus menerus.

3.     Perlunya biaya yang lebih, karena perangkat pembelajaran yang berlaku pada saat setiap kurikulum berbeda jadi selalu saja diganti dan perangkat pembelajaran harus diprint out karena sudah berbeda isi dan tujuannya.

4.     Waktu yang sedikit dalam mengembangkan kurikulum yang ada karena dalam pendidikan tidak masalah apabila kurikulum diinovasi tapi nyatanya kurikulum selalu diganti dengan kurikulum yang baru. Begitulah nasib kurikulum di Indonesia.

Solusinya

1.     Kurikulum tidak perlu diganti tetapi dilakukan inovasi sesuai perkembangan jaman.

2.     Kurikulum memudahkan dalam pembuatannya, tidak perlu berlembar-lembar halaman.

3.     Kurikulum diciptakan dari setiap aspirasi pendidik, sehingga banyak pemikiran dari pendidik dapat disalurkan dan dapat direalisasikan.

4.     Pendidik diarahkan  dan dibebaskan untuk melakukan riset bahkan membuat kurikulumnya sendiri atau aturan yang diciptakannya langsung setelah melalui pelatihan terkait inovasi dalam kurikulum.

Baca Juga

Maling!!! Liputan bos, jangan mau kontraknya aja tapi ngga turun ke lapangan! Wkwkwk